Keluarga Sukhinah dalam Agama Hindu
Anak yang jahat sama dengan pohon kering di tengah hutan, karena
pergeseran dan pergesekan, keluar apinya, lalu membakar seluruh hutan, akan
tetapi anak yang baik sama dengan pohon cendana yang tumbuh di dalam
lingkungan hutan, kera, ular, hewan berkaki empat, burung dan kumbang datang
mengerubunginya (Nitisastra XII. 1).
Semua agama selalu mengajarkan tentang kebajikan (dharma) tidak ada
satupun agama yang mengajarkan tentang keburukan (adharma), baik dalam
menjalani kehidupan maupun dalam berkeluarga. Dalam ajaran agama Hindu
sebuah keluarga dikatakan sejahtera dan bahagia itu dimulai dari sebuah
perkawinan yang sah sehingga bisa dikatakan sebagai keluaga yang Sukhinah,
karena cikal bakal dari sebuah keluarga dasarnya adalah perkawinan antara
wanita dan lelaki sehingga menghasilkan katurunan. Telah menjadi kodratnya
sebagai mahluk sosial bahwa setiap laki-laki dan wanita mempunyai naluri untuk
saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala bidang. Sebagai tanda
seseorang menginjak masa ini diawali dengan proses perkawinan. Perkawinan
merupakan peristiwa suci dan kewajiban bagi umat Hindu, dalam Manava
Dharmasastra IX.
Berdasarkan kedua sloka di atas nampak jelas bahwa agama Hindu
tidak menginginkan adanya perceraian, bahkan sebaliknya, dianjurkan agar
perkawinan yang kekal hendaknya dijadikan sebagai tujuan tertinggi bagi
pasangan suami istri. Dengan terciptanya keluarga sejahtera juga bahagia dan
kekal, maka kebahagiaan yang kekal akan tercapai pula. Ini sesuai dengan ajaran
Veda dalam kitab Manava Dharma sastra III. 60, sebagai berikut:
“Samtusto bharyaya
bharta bhartra tathaiva ca,
Yasminnewa kule nityam
kalyanam tatra wai dhruwam”
Terjemahan:
“Pada keluarga di mana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian
pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal.
Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk bisa dijadikan
sebagai acuan ke depan dalam mengarungi kehidupan berumah tangga, agar bisa
mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia (Shukinah) seperti apa yang
menjadi tujuan agama Hindu yang tertuang dalam kitab suci Veda.
a. Tolak Ukur Keluarga Sejahtera dan Bahagia (Sukhinah) Menurut
Hindu
Sejahtera dan bahagia adalah suatu keadaan di mana rohani (jiwa) terbebas
dari penderitaan, di mana jiwa dalam keadaan tenteram dan damai (santhi).
Dalam agama Hindu terciptanya kebahagiaan lahir dan batin sehingga bisa
disebut dengan jagadhita yaitu kesejahteraan terpenuhinya segala kebutuhan
lahiriah yang berupa sandang, pangan dan papan. Suatu keluarga sejahtera
kalau terpenuhinya segala keperluan hidup sehari-hari dalam bentuk materi.
Namun keluarga yang sejahtera ini belum tentu menikmati kebahagiaan. Ada
kalanya suatu keluarga yang sangat minim terpenuhinya keperluan materinya,
tetapi menikmati kebahagiaan. Karena itulah, kesejahteraan dan kebahagiaan ini
haruslah seimbang. Keseimbangan yang harmonis ini dapat menjadikan keluarga
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 307
itu sejahtera, tenteram dan damai: ini berarti kebahagiaan lahir batin yang
merupakan tujuan utama perkawinan itu benar-benar dapat di capai sehingga
bisa dikatakan keluarga sejahtera (Sukhinah).
Demi terwujudnya dan terpeliharanya rumah tangga/keluarga yang
sejahtera, kiranya perlu menyadari dan mengetahui tentang unsur dan kriteria
rumah tangga yang menjadi tolak ukur keberhasilan didalam mewujudkan
rumah tangga yang sejahtera dan juga bahagia. Unsur rumah tangga sejahtera
dan bahagia (Sukhinah) menurut Hindu yaitu sebagai berikut:
- Kecintaan
Cinta adalah dorongan yang sangat kuat sekali yang timbul dari dasar
hati yang paling dalam untuk membahagiakan obyek itu sendiri, dengan tidak
melihat kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri obyek tersebut dan mau
menerimanya dalam keadaan yang bagaimana pun juga.
Ye dharmawewa prathanam caranti
Dharmena labdhwà tu dhanàni loke,
Dàrànawàpya kratubhiryajate
Teûà mayam caiwa paraçca lokaá.
Nihan lwirnikang wwang sukha mangke, sukha dlàha, hana ya mangabhyasa
dharmasàdhana, ri telasnyan paripórna kadamelaning dharmasàdhana denya,
mangarjana ta ya artha, dharmatah denyangàrjana, mastri pwa ya, mamukti
wisaya, dharma ta denya, musah mayajña ta ya, dewayajña, pitrayajña, ikang
wwang mangkana, yatika sukha mangke, sukha dlaha ngaranya.
308 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
Terjemahannya:
Beginilah macamnya orang yang memperoleh senang sekarang dan musuh
kemudian: orang itu membiasakan melakukan dharma, sesudahnya sempurna
melaksanakan dharma itu olehnya, maka berikhtiarlah ia memperoleh hartha
kekayaan, dengan dharma pula ia berusaha, lalu ia beristri, mengenyam
kenikmatan duniawi: dharma pula landasannya, dan kemudian ia melaksanakan
yajña, dewa yajña, pitra yajña: orang yang demikian perilakunya, menikmati
kebahagiaan sekarang dan kesenangan kemudian namanya (Sarasamuçcaya,
275).
Keluarga sukinah dapat dibangun oleh setiap orang yang senang melihat
orang senang dan juga senang dilihat orang senang. Demikianlah selalu
perilakunya. - Kegembiraan Tidak Menanggung Papa dan Dosa
Kegembiraan merupakan suatu harapan dalam sebuah rumah tangga.
Keluarga yang gembira adalah keluarga yang sehat lahir dan batin. Kegembiraan
dapat menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di dalam rumah tangga.
Yang baik dalam berumah tangga adalah selalu berusaha untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan rumah tangga dengan gembira. Marah adalah
musuhnya kegembiraan itu, oleh karenanya agar kegembiraan itu dapat
diwujudkan perangilah kemarahan bangunlah kegembiraan. Sarasamuçcaya
menjelaskan sebagai berikut:
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 309
Krodho waiwasyato mrtyuståûóa
waitaranì nadì,
wìdyà kàmadughà dhenuh sansoso
nandanam wanam.
Lawan ta waneh, iking krodha sinanggah mrtyu ngaranya, mangkana
iking tåûóà, ya ika lwah waitarini ngaranya, atyanta bìbhatsa, durgama
towi, atyanta ring tis, atyanta ring panas wwainya, iking tåûóà ta wastu ning
waitarini ngaranya, kuneng sang hyang aji, sang hyang rahayajnana, sira
lembu mametwaken sakahyun: kunang ikang kasantosan, ya ika nandanawana
ngaranya, atyanta ring konangunang.
Terjemahannya:
Lain daripada itu, kemarahan itu dianggap maut namanya, demikian pula
halnya keterikatan ini, yang ini (diumpamakan) sungai watarini namanya, sangat
menjijikkan keadaannya, sesungguhnya sukar disebrangi, (kadang kala) sangat
sejuknya, sangat panas airnya: sesungguhnya trsna (keterikatan) itulah sebagai
wujudnya yang dinamakan sungai watarini: adapun dharmasastra itu, kitab
upanisad, itu merupakan lembu yang dapat mengeluarkan segala keinginan:
adapun kepuasan itu, adalah taman Nandawana namanya, yang sangat
menggairahkan atau menggembirakan (Sarasamuçcaya, 104).
310 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
Demikianlah kegembiraan hendaknya selalu diusahakan oleh seseorang
yang sudah tentu berdasarkan dharma/kebenaran, dengan demikian, maka dalam
keluarga yang bersangkutan dapat terwujud keluarga Sukhinah yakni keluarga
yang sejahtera, bahagia, dan ceria. - Kepuasan
Pernyataan rasa syukur terhadap semua anugrah Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang harus diwujudkan dengan prilaku sehari-hari agar
dapat mencapai kesempurnaan hidup dan kepuasan batin. Dengan membangun
rasa syukur terhadap hasil yang telah dicapai maka akan dapat memberikan
“kepuasan”. Apabila dalam rumah tangga tidak dilandasi oleh dharma maka
rumah tangga akan diselimuti oleh nafsu indria yang akan mengantarkan rumah
tangga tersebut dalam jurang kehancuran. Dalam rumah tangga ada tiga hal yang
harus disyukuri sebagaimana yang termuat dalam Kitab Canakya Nitisastra VII.
4 sebagai berikut:
Santosa trisu kartavyah,
Swadare bhojane dhane.
Terjemahannya:
Bersyukurlah dengan tiga hal yaitu: dengan istri sendiri, makanan yang ada
dan rejeki yang diperoleh.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 311
Kepuasan hidup itu dapat ditemukan di manapun kita berada, oleh karenanya
olahlah diri untuk mendapatkannya. Kitab Nitisastra menjelaskan sebagai
berikut:
Ikàng dómadi janma rópa maka bhósananika sumilih tékeng sabhà,
Surópa maka bhóûaóanya kula çuddha piniliha merék ri jöng haji,
Suwastra maka bhósanane kula minukya sira téka ri màdhyaning sabdhà,
Suçàstra maka bhuûaóa kûama mahangrésépi manahi sang maharddhika.
Terjemahannya:
Orang yang rupawan nampak bersinar dalam pergaulan, orang rupawan dan
berdarah bangsawan dapat menghadap raja, dengan pakaian yang bagus, dapat
kita berlaku gagah dan dalam pergaulan kita dianggap terkemuka, orang yang
terpelajar suka mengampuni dan dapat menawan hati orang-orang terkemuka
(Nitisastra, 3.4)
Selanjutnya dijelaskan sebagai berikut:
Masépi tikang waktra tan amucang wwang,
Masépi tikang wecma tan ana putra,
Masépi tikang desa tan ana mukya,
Sépinikanang try apupul ling anartha.
312 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
Terjemahannya:
Sepi mulut yang tiada memakan sirih, serba sepi rumah yang tiada kanakkanaknya, serba sepi desa yang tidak ada kepalanya, tiga di antara kesepian itu
dijadikan satu terdapat pada orang yang tiada beruang (tanpa artha) (Nitisastra,
V.4)
Demikianlah kepuasan hidup ini dapat tercapai berlandaskan dharma, oleh
setiap orang yang mengusahakannya. Dalam berumah tangga ada tiga hal yang
harus disyukuri karena dapat memberikan kepuasan dalam kehidupan ini, di
antaranya adalah istri, anak-anak, dan artha benda.
Manusia dalam hidup ini selalu mengembangkan keinginannya dan tidak
ada manusia yang tidak punya keinginan. Ada yang mempunyai keinginan
untuk makan dan minum yang enak-enak, ingin kaya raya, ada yang hanya ingin
menghumbar hawa nafsu, ada juga yang ingin selalu dekat dengan Tuhan. Namun,
nafsu haus dan lapar, menghumbar hawa nafsu, nafsu untuk kaya tidak mungkin
dipenuhi secara maksimal. Karena nafsu itu diibaratkan dengan api semakin
disiram minyak ia semakin besar. Oleh karena itu, nafsu harus dikendalikan
karena kalau tidak, akan dapat menimbulkan bencana yang tidak diinginkan.
Nafsu dapat dikendalikan dengan selalu bersyukur seperti yang disebutkan di
atas dalam Canakya Nitisastra:
a. Bersyukur terhadap harta yang diperoleh sesuai dharma yang akan mampu
membangun keluarga yang bahagia.
b. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 313
Makanan yang dimasak dengan tujuan menghidupi anggota keluarga akan
memberikan nilai spiritual yang sangat tinggi karena sebelum dihidangkan
diawali dengan yajna sesa sehingga yang menikmati makanan itu, akan
terlepas dari papa dosa. Sehingga seorang anggota keluarga pantang untuk
menghina masakan yang dihidangkan dalam rumah tangga. Sedangkan
makanan siap saji yang dibeli di pasar, cara masak dan tujuan membuatnya
berbeda dengan masakan dalam rumah tangga karena tujuannya itu adalah
untuk bisnis semata.
c. Bersyukur dengan istri sendiri. Pada sekarang ini, banyak hal yang
mengakibatkan terjadinya perselingkuhan. Perselingkuhan merupakan
pengkhianatan terhadap tujuan dari suatu perkawinan. Istri sering diibaratkan
sebagai sungai yang hatinya selalu berliku-liku perlu mendapatkan perhatian
yang khusus bagi seorang suami sehingga hatinya bisa tetap lurus dengan
komitmen yang telah diikrarkan pada waktu perkawinan. Sebaliknya suami
juga sangat penting dan perlu berhati-hati, karena sebagai suami yang baik
patut selalu waspada agar terhindar dari kehancuran.
d. Kedamaian
Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam
hidupnya. Hidup di zaman kali-yuga, ibarat ikan hidup di air yang keruh di
mana pandangan terhalang oleh keruhnya air. Oleh karena itu, banyak yang
salah melihat sehingga temannya yang hitam bisa dilihat kuning sehingga
kehidupan temannya yang kurang harmonis bisa dilihat harmonis. Pandangan
manusia dihalangi oleh gelapnya adharma yang sangat kuat pengaruhnya
314 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
dalam hidup pada zaman kali. Manawa Dharmasastra menyatakan dharma
pada zaman kali-yuga hanya berkaki satu sedangkan adharma berkaki
tiga. Kekuatan adharma itulah yang menjadi penghalang sehingga orang
sering keliru melihat kebenaran. Banyak yang benar dipandang sebagai
ketidakbenaran, demikian juga sebaliknya. Terhalangnya hati nurani
menyebabkan munculnya kekuasaan Panca klesa yaitu: kegelapan, egois,
hawa nafsu, kebencian, takut akan kematian. Akibatnya banyak manusia
saling bermusuhan dan terkadang musuh sering kelihatannya seperti teman.
Dalam Canakya Nitisastra IV.10 menyebutkan ada tiga hal yang
menyejukkan hati yang menjadi andalan untuk membangun kedamaian tanpa
adanya permusuhan yaitu sebagai berikut :
Samsara tapa dagdhanam, Trayo sisranti hetavah,
Apatyah ca kalatran ca, Satam sanggatir ewa ca.
Terjemahan:
Dalam menghadapi kedukaan dan panasnya kehidupan duniawi ada tiga hal
yang menyebabkan hati orang menjadi damai yaitu anak, istri dan pergaulan
dengan orang suci.
Anak adalah merupakan curahan kasih sayang, lebih-lebih anak yang patuh
dan berbakti kepada orang tua. Meskipun marah orang tuanya kepada anaknya
sebenarnya bukanlah karena kebencian tetapi keinginan orang tua menjadikan
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 315
anaknya yang sukses. “Norana sih manglwehane atanaya” yang artinya tidak ada
cinta kasih yang melebihi kasih orang tua kepada anaknya. Carilah kedamaian
hati dalam dinamika kehidupan bersama anak dan istri/suami. Dinamika inilah
yang akan mewujudkan kedamaian dalam rumah tangga.
e. Ketenteraman
Ketenteraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota keluarga
memiliki kesehatan sosial. Kemampuan untuk melakukan hubungan
sosial dengan tetangga kiri, kanan, belakang dan depan merupakan suatu
kebutuhan setiap keluarga. Semuanya ini didasarkan oleh ajaran Dharma
dengan berpegang pada pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik, maka
akan dapat melakukan kerja sama dengan baik. Hubungan sosial yang
baik akan mempengaruhi perasaan setiap pribadi dan akan mendapat
perlindungan jika ada sesuatu yang akan mencelakakan rumah tangganya.
Hubungan kerja sama dalam ajaran agama hindu mutlak ada dalam rumah
tangga sehingga sesama akan merasakan saling menjaga dan melindungi.
Dalam kitab Niti Sastra dilukiskan bagi orang yang mau kerja-sama seperti
singa dan hutan. Keduanya memiliki kehidupan yang berbeda tetapi mampu
bekerja sama. Singa menjaga hutan, akan tetapi ia selalu dijaga oleh
hutan. Jika singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa akan
meninggalkan hutan. Maka hutan akan dirusak dan dibinasakan oleh orang,
pohon-pohon ditebangi, maka singa akan lari sembuyi di dalam jurang
di tengah ladang, yang akhirnya diserbu dan binasakan oleh orang. Kitab
Nitisastra menjelaskan sebagai berikut:
316 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
Singhà rakûakaning halas, halas ikangrakûeng harì nityaça,
singhà mwang wana tan patót pada wirodhàngdoh tikang keçari,
rug bràûþa ng wana denikangjana tinor wrékûanya çiróapaðang,
singhànghàt ri jurangnikang tégal ayón sanpun dinon durbala.
Terjemahannya:
Singa adalah penjaga hutan, akan tetapi juga selalu dijaga oleh hutan, Jika
singa dengan hutan berselisih, mereka marah, lalu singa itu, meninggalkan
hutan. Hutannya dirusak binasakan orang, pohon-pohonnya ditebangi sampai
menjadi terang, Singa yang lari bersembunyi didalam curah, ditengah-tengah
ladang, diserbu orang dan dibinasakan (Nitisastra, I.10).
Bertolak dari sloka ini, maka setiap rumah tangga harus sehat sosial yang
ditandai dengan kemauan bekerja sama yang dilandasi oleh ajaran Tat Twam Asi
sehingga kalau ada kesalahan ucapan dan perbuatan maka saling memaafkan,
sehingga rasa permusuhan tidak ada dalam hati. Disamping itu juga ketaatan
terhadap norma hukum sehingga bhatin terasa tenteram akan muncul dengan
sendirinya karena ada rasa saling melindungi.
Selain kelima hal yang disebutkan di atas, ada juga beberapa hal yang
menjadi tolak ukur sebuah keluarga dikatakan sejahtera menurut Hindu, yaitu
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Melakukan penghematan, pepatah mengatakan bahwa hemat itu pangkal
kaya, jadi inilah yang mesti dilakukan untuk bisa menjadikan sebuah
keluarga sebagai keluarga yang bahagia, dengan menghemat uang yang kita
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 317
peroleh kita bisa mengantisipasi hal-hal/ kemungkinan terburuk yang tidak
terduga dalam kehidupan, dengan selalu mengucap syukur kepada Ida Sang
Hyang Widhi atas rejeki yang kita peroleh, seperti yang dijelaskan dalam
sloka Atharva Veda mandala XIX, Sukta 8, Sloka 2, yaitu :
Yogam Pra Padye Ksmam Ca
Terjemahan:
Semoga kami memperoleh uang dan melestarikannya (menghematkannya)
Selain itu hal penting yang harus diperhatikan, bahwa kekayaan yang kita peroleh
harus berdasarkan/berlandaskan dharma.
b. Mengucap syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha
Esa dan rejeki yang diperoleh harus tanpa dosa. Bersyukurlah kepada Tuhan
dengan apa yang telah kita peroleh dan jangan melakukan suatu pekerjaan
dengan melakukan dosa, karena itu akan menjadi karma untuk diri sendiri,
baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan selalu mengucap
syukur kita akan selalu mendapat berkah dari Ida Sang Hyang Widhi, seperti
yang dinyatakan dalam sloka Rg Veda.10.37.11, yaitu:
Tad asme sam yor arapo dadhatana
Terjemahan:
Ya Tuhan, berkahilah kami dengan kebahagian dan kesejahteraan (yang
diperoleh) tanpa dosa.
318 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13
c. Usahakan agar terbebas dari hutang, sejak lahir seseorang telah terikat oleh
hutang, jadi jika bisa usahakanlah untuk tidak telalu banyak terikat akan
hutang. Agar bisa mewujudkan kesejahteraan dalam lingkungan rumah
tangga seperti apa yang dinyatakan dalam Atharva VedaVI.117.3, yaitu:
Arna Asmin Arnah Prasmin, Triye Loke Arnah Syama
Terjemahan:
Hendaknya kami bebas dari hutang di dunia ini, di dunia yang lain dan di
dunia berikutnya nanti.
Jadi, diri sendirilah yang harusnya lebih bisa menentukan untuk tidak terus
menerus terikat akan hutang hidup di zaman kali yuga agar bisa menjadikan
sebuah keluarga yang sejahtera, karena jika terus menerus terikat oleh hutang,
maka sangat tidak biasa dikatakan sebuah keluarga sebagai keluarga yang
sejahtera karena ada beban pikiran yang tertanam dalam dirinya sehinga membuat
ketidaknyamanan dalam hidup.
Dapat disimpulkan keluarga yang sejahtera merupakan keluarga yang bisa
menjalankan ajaran Catur Purusaartha, mendapatkan segala sesuatu di dunia ini
dengan landasan Dharma, seperti apa yang dinyatakan dalam kitab Santi Parwa
yaitu:
prabhawar thaya bhutanam, dharma prawacana krtam
yah syat prabhawacam yuktah, sa dharma iti nicacayah
Terjemahan:
Segala sesuatu yang bertujuan memberi kesejahteraan dan memelihara
semua makhluk, itulah disebut dharma (agama), segala sesuatu yang membawa
kesentosaan dunia itulah dharma yang sebenarnya.
Demikianlah hendaknya yang selalu diusahakan oleh insan Hindu dalam
membangun rumah tangga yang Sukhinah. Apakah keluarga Sukhinah dapat
mewujudkan tujuan wiwaha menurut agama Hindu? Sebelumnya kerjakanlah
soal-soal uji kompetensi berikut ini dengan baik!
Uji Kompetensi: - Apakah yang dimaksud dengan Keluarga Sukinah? Jelaskanlah.
- Apa yang dapat dipergunakan sebagai tolok ukur bahwa keluarga yang
dimaksud disebut sukinah? Jelaskanlah! - Apakah yang Kamu ketahui terkait dengan keluarga sukinah dalam
Agama Hindu? Jelaskanlah! - Mengapa seseorang wajib menempuh hidup sebagai keluarga sukinah?
Jelaskanlah! - Amatilah lingkungan sekitar Kamu sehubungan dengan terbinanya
keluarga sukinah, buatlah catatan seperlunya dan diskusikanlah dengan
orang tua! Apakah yang terjadi? Buatlah narasinya 1-3 halaman diketik
dengan huruf Times New Roman-12, spasi 1,5 cm, ukuran kertas
kwarto: 4-3-3-4: Lakukanlah!