Yogãsana dan Etika

Yoga Asana adalah gerakan Yoga yang berhubungan dengan posisi tubuh.
Perpaduan antara gerakan kelenturan, gerakan memutar dan keseimbangan
tersebut membantu kita untuk membedakannya dengan jenis praktik Yoga yang
lainnya. Yoga Asana mengutamakan postur tubuh, terpusat pada pernapasan
(breathing) dan konsentrasi pada gerakan pikiran (mind). Yoga menyelaraskan
tubuh fisik, pikiran dan jiwa. Pada tubuh fisik Yoga memberi efek kesehatan,
keseimbangan, kekuatan dan vitalitas. Pada pikiran, Yoga meningkatkan daya
ingat, konsentrasi, menajamkan tingkat intelektual, menyeimbangkan emosi
sehingga membuat hidup lebih kaya dan bahagia. Pada jiwa, Yoga membawa
kesadaran, kebebasan dan pencerahan. Yoga adalah sebuah filosofi tentang
kehidupan yang dapat dicapai melalui latihan olah tubuh, napas dan meditasi
berdasarkan delapan tahapan kehidupan seperti Yama (ajaran tentang moral),
Niyama (disiplin), Asana (postur), Pranayama (pengontrolan napas dengan
teratur), Pratyahara (pelajaran tentang rasa), Dharana (konsentrasi), Dhyana
(meditasi) dan Samadhi (pencapaian kesadaran tertinggi dari meditasi), yang
dapat membentuk kita menjadi manusia yang sejahtera, damai, dan bahagia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan Yoga: sebagai meditasi atau
mengheningkan cipta/pikiran, sehingga dapat dimaknai bahwa Yoga itu adalah
meghubungkan atau penyatuan spirit individu (jivatman) dengan spirit universal
(paramatman) melalui keheningan pikiran. BerYoga berarti mengendalikan
pangkal penyebab kemalangan manusia yang dapat mempengaruhi pikiran dan
badan atau rohani dan jasmani. Yoga adalah ilmu tentang kemanusiaan, berurusan
dengan semua aspek manusia secara lengkap dari fisik, psikologis, intelektual
dan emosional. Jika berlatih dengan dedikasi, Yoga memiliki kemampuan untuk
memunculkan kualitas positif dan mengurangi kekurangan kita. Berdasarkan
pengetahuan tentang anatomi, fisiologi, kesadaran dan hati nurani, Yoga adalah
ilmu yang mampu mengintegrasikan tubuh, pikiran, napas, dan kesadaran, untuk
memahami kebutuhan yang sesungguhnya dari setiap orang dan berurusan
dengan setiap aspek kesehatan dan kesejahteraan dari luar ke inti sesungguhnya.
Bila kita mengenal Karate atau Kungfu sebagai suatu teknik untuk membela
diri, maka Yoga merupakan suatu teknik untuk mengenal diri. Siapa yang
mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya. Perlu ditegaskan lagi, bahwa
Yoga adalah suatu sadhana (latihan yang bersifat spiritual). Yoga tidak sekedar
senam atau latihan kanuragan. Ini perlu dijelaskan karena bagi masyarakat
Indonesia, Yoga sering kali disalahartikan sebagai akrobat atau semacam praktikpraktik klenik, dan lain sebagainya. Sebagaimana ilmu bela diri, berlatih Yoga
juga membutuhkan disiplin yang penting diperhitungkan. Tidak ada dispensasi
untuk memperpendek jalan. Namun, untuk berlatih Yoga tidak ada istilah
terlambat untuk memulai. Apakah seorang anak, orang tua, wanita, pria, cacat,
sehat, terpelajar, buta huruf, dengan kesungguhan hati semuanya dapat berlatih
Yoga.
Berbagai aliran Yoga telah diperkenalkan hampir di seluruh dunia. Namun
ada satu aliran yang selama ini patut kita tekuni yaitu Hatha Yoga. Praktik Hatha
Yoga dapat membuat keseimbangan pada diri setiap orang. Hatha Yoga, secara
fisik dapat membantu meningkatkan kinerja seluruh bagian tubuh, dari darah,
hormon, kelenjar hingga tulang dan juga semua sistem yang ada di dalam tubuh
yang membantu meningkatkan kesehatan. Sedangkan secara mental/rohani,
Hatha Yoga dapat melatih pikiran melalui latihan pernapasan dan meditasi guna
membantu pikiran menjadi lebih jernih, meningkatkan konsentrasi, dan rileks
sehingga dapat mengurangi ketegangan dan stres.
Di dalam latihan Hatha Yoga ada salah satu unsur bagiannya yang disebut
Asanas. Asanas adalah latihan fisik atau olah tubuh dengan melakukan berbagai
peregangan untuk melatih kekuatan tubuh dan sebagainya. Untuk seseorang yang
sudah terbiasa berlatih Yoga sebelumnya melakukan hal semacam ini (Asanas)
sudah menjadi kebiasaannya. Namun demikian di antara kita yang kebanyakan
baru mau melaksanakannya, banyak hal yang masih perlu diketahui dan dipelajari
terutama yang berhubungan dengan makna melakukan Yoga dan Asanas pada
khususnya. Barangkali kita banyak memiliki teman sepermainan di antaranya
ada yang baru memulai berlatih Yoga, dalam perbincangan mereka sempat
berkomentar bahwa ‘mengapa selama ini saya berlatih Yoga tidak merasakan
seperti berolahraga; mengeluarkan keringat banyak, merasakan kelelahan, lebih
cepat mengantuk dan tertidur enak, dan sebagainya’?
Mempraktikkan dan berlatih Yoga Asanas sesungguhnya adalah dapat
mengantarkan kita menjernihkan pikiran/pengertian, menjadikan tubuh/badan
bugar/sehat, dan akhirnya terwujud hidup dan kehidupan yang sejahtera dan
bahagia. Sesungguhnya tidak ada yang salah di antara olahraga dan Yoga,
tidak baik saling menyalahkan karena hanya menyisakan masalah. Latihan
Yoga itu sangatlah pribadi (personal), lamanya melakukan postur atau Asanas
dan pemilihan program sebaiknya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
individu itu sendiri. Durasi waktu dalam berlatih Yoga juga semestinya bertahap,
dan secara pelan-pelan ditingkatkan sesuai dengan kekuatan tubuh praktisinya.
Biasanya untuk praktisi Yoga pemula ada baiknya beristirahat dalam setiap
Asana sekitar 30 detik, dan bisa ditingkatkan menjadi 1-2 menit. Praktik Yoga
Asanas bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, benar, dan tepat melalui gerak
dan pernapasan atau Pranayama, maka tubuh juga dapat berkeringat tetapi tubuh
dan pikiran merasa menjadi ringan. Yang perlu diingat adalah berlatih Yoga tidak
harus diakhiri dengan kelelahan. Sesuai dengan namanya ‘Hatha’ memanaskan
dan juga mendinginkan atau menenangkan. Coba dan lakukanlah! Bagaimana
kita dapat memulainya dengan baik?
Kata Yoga telah sangat akrab di telinga kita, Yoga telah menjelajah dunia
bukan lagi hanya menjadi milik orang India atau orang Hindu atau orang Buddha.
Yoga sesungguhnya adalah sebuah jalan kehidupan yang mengajarkan kita
menjadi orang yang baik, menjadi orang yang harmonis dan damai. Berbicara
tentang Yoga sebenarnya sama dengan kita menapak suatu jalan yang sangat
panjang, secara garis besar Yoga itu dibagi menjadi empat fase, antara lain:
1. Bhakti Yoga: berpangkal pada rasa cinta kasih.
Ida Sang Hyang Widhi menciptakan manusia lengkap dengan unsur rasa
yang dimilikinya. Rasa juga tidak kalah pentingnya dalam kehidupan ini,
terutama karena manusia hidup diantara manusia dan mahluk hidup lainnya.
Untuk menjaga keharmonisan hubungan inilah rasa cinta kasih menjadi tali
pengikat, menjadi benang merah yang merajut dan membentuk sebuah rajutan
kehidupan yang indah dan mempesona. Rasa membuat kehidupan ini berdenyut
dan rasa membuat manusia mampu menikmati kehidupan ini. Jalan Bhakti Yoga
menekankan para pengikut ajaran bhakti memuja Ida Sang Hyang Widhi dengan
tulus ikhlas dan bersahabat dengan sesama ciptaan-Nya dengan rasa cinta kasih
yang mendalam.
2. Karma Yoga: berpangkal pada karma/kerja.
Ciri kehidupan ini adalah adanya aktivitas atau kerja. Bila seseorang ingin
hidup yang bersangkutan mesti bekerja untuk mendapatkan makanan, minuman,
tempat tinggal, pakaian, uang dan segala kebutuhan hidup lainnya. Bekerja dapat
menjadi jalan untuk mencapai pencerahan diri, bilamana seseorang mampu
mewujudkan kerja tanpa pamrih, ihklas dan tulus. Jalan kerja tanpa pamrih
inilah inti dari Karma Yoga.
3. Jnana Yoga: berpangkal pada logika dan atau pengetahuan.
Kewajiban kita hidup adalah selalu belajar untuk meningkatkan pengetahuan
guna menyempurnakan hidup. Adakah aktivitas di dunia ini tanpa membutuhkan
pengetahuan? Pengetahuan membuat orang yang kegelapan menjadi terang.
Setiap pekerjaan sebenarnya membutuhkan pengetahuan tersendiri yang mesti
dipahami dengan baik. Menjadi profesional di salah satu bidang pekerjaan
menuntut kita untuk memahami pengetahuan di bidang tersebut. Oleh
karenanya, pengetahuan itu sangat penting dalam kehidupan ini. Bila kita ingin
mengembangkan diri meningkatkan anugerah Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi
yang dimiliki oleh manusia berupa pikiran dan kecerdasan harus selalu belajar.
Jnana Yoga menekankan pada pengetahuan yang suci dan yang bermanfaat
untuk hidup dan kehidupan ini.
4. Raja Yoga: berpangkal pada Pengendalian diri dan konsentrasi.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada kerja logika, rasa dan aktivitas
atau karma, diperlukan pengendalian diri dan konsentrasi yang tinggi. Manusia
juga terlahir membawa sifat-sifat marah, keinginan, iri hati, mabuk, bingung dan
loba. Ke-enam unsur ini (sad ripu) dapat mengacaukan sistem kerja manusia.
Panca Indra, sex, dan pikiran manusia yang tak terkendali seringkali bisa menjadi
tembok penghalang kesuksesannya.
Renungkanlah sloka berikut ini:
Na karmaᒤ¢m an¢rambh¢n naiᒲkarmyaᒡ puruᒲo ’ᒱnute,
na ca saᒡnyasan¢d eva siddhiᒡ samadhigacchati.
terjemahannya:
Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan
mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja (BG. III.4).
Secara umum, konsep etika dalam Yoga termasuk dalam latihan yama dan
niyama, yaitu disiplin moral dan disiplin diri. Aturan-aturan yang ada dalam
yama dan niyama, juga berfungsi sebagai kontrol sosial dalam mengatur moral
manusia. Dalam buku Tattwa Darsana, menjelaskan bahwa etika dalam Yoga
adalah sebagai berikut; dalam Samadhi, seorang Yogi memasuki ketenangan
tertinggi yang tidak tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya, yang
berasal dari luar dan pikiran kehilangan fungsinya, di mana indera-indera
terserap ke dalam pikiran. Apabila semua perubahan pikiran terkendalikan, si
pengamat atau Purusa, terhenti dalam dirinya sendiri. Keadaan semacam ini di
dalam Yoga-Sutra Patanjali disebut sebagai Svarupa Avasthanam (kedudukan
dalam diri seseorang yang sesungguhnya).
Dalam filsafat Yoga, dijelaskan bahwa Yoga berarti penghentian
kegoncangan-kegoncangan pikiran. Ada lima keadaan pikiran itu. Keadaaan
pikiran itu dipengaruhi oleh intensitas sattwa, rajas dan tamas. Kelima keadaaan
pikiran itu adalah:
1. Ksipta artinya tidak diam-diam. Dalam keadaan pikiran itu diombangambingkan oleh rajas dan tamas, dan ditarik-tarik oleh objek indriya dan
sarana-sarana untuk mencapainya, pikiran melompat-lompat dari satu objek
ke objek yang lain tanpa terhenti pada satu objek.
2. Mudha artinya lamban dan malas. Gerak lamban dan malas ini disebabkan
oleh pengaruh tamas yang menguasai alam pikiran. Akibatnya orang yang
alam pikirannya demikian cenderung bodoh, senang tidur dan sebagainya.
3. Wiksipta artinya bingung, kacau. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
rajas. Karena pengaruh ini, pikiran mampu mewujudkan semua objek
dan mengarahkannya pada kebajikan, pengetahuan, dan sebagainya. Ini
merupakan tahap pemusatan pikiran pada suatu objek, namun sifatnya
sementara, sebab akan disusul lagi oleh kekuatan pikiran.
4. Ekarga artinya terpusat. Di sini, Citta terhapus dari cemarnya rajas sehingga
sattva-lah yang menguasai pikiran. Ini merupakan awal pemusatan pikiran
pada suatu objek yang memungkinkan ia mengetahui alamnya yang sejati
sebagai persiapan untuk menghentikan perubahan-perubahan pikiran.
5. Niruddha artinya terkendali. Dalam tahap ini, berhentilah semua kegiatan
pikiran, hanya ketenanganlah yang ada. Ekagra dan Niruddha merupakan
persiapan dan bantuan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kelepasan. Ekagra
bila dapat berlangsung terus-menerus, maka disebut samprajna-Yoga
atau meditasi yang dalam, yang padanya ada perenungan kesadaran akan
suatu objek yang terang. Tingkatan Niruddha juga disebut asaniprajnata-
Berikut ini adalah Sistematika Astangga Yoga dalam bentuk diagram:
No. Astangga Yoga Jenis Tahapannya Etika Yoga
1. Yama
Ahimsa
Hantha Yoga
Satya
Asteya
Brahmacharya
Aparigraha
2. Niyama
Sauca
Hantha Yoga
Sentosa
Tapa
Svadhayaya Kriya Yoga
Isvara-pranidhana
3. Asana
4. Pranayama
Prana
Apana
Samana
Udana
Vyana
5. Pratyahara
6. Dharana
7. Dhyana Samyana
8. Samadhi
Dalam melaksanakan Yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang
disebut dengan Astangga Yoga. Astangga Yoga adalah delapan tahapan-tahapan
yang ditempuh dalam melaksanakan Yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga
Yoga yaitu Yama (pengendalian diri unsur jasmani), Nyama (pengendalian diri
unsur-unsur rohani), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan),
Pratyahara (menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan
untuk memusatkan diri dengan Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan
diri serta nama Sang Hyang Widhi Wasa), dan Samadhi (telah mendekatkan diri,
menyatu atau kesendirian yang sempurna atau merealisasikan diri). Berikut dapat
disebutkan bagian-bagian dari Astangga Yoga yang patut dijadikan landasan
hidup beretika dalam keseharian, antara lain:
1. Yama (Panca Yama Brata)
Panca yama Brata adalah lima pengendalian diri tingkat jasmani yang harus
dilakukan tanpa kecuali. Gagal melakukan pantangan dasar ini, maka seseorang
tidak akan pernah bisa mencapai tingkatan berikutnya. Penjabaran kelima Yama
Bratha ini diuraikan dengan jelas dalam Patanjali Yoga Sótra II.35 – 39.
a. Ahimsa atau tanpa kekerasan. Jangan melukai makhluk lain manapun
dalam pikiran, perbuatan atau perkataan. (Patanjali Yoga Sótra II.35)
b. Satya atau kejujuran/kebenaran dalam pikiran, perkataan dan perbuatan,
atau pantangan akan kecurangan, penipuan dan kepalsuan. (Patanjali
Yoga Sótra II.36)
c. Astya atau pantang menginginkan segala sesuatu yang bukan miliknya
sendiri. Atau dengan kata lain pantang melakukan pencurian baik
hanya dalam pikiran, perkataan apa lagi dalam perbuatan. (Patanjali
Yoga Sótra II.37)
d. Brahmacarya atau berpantang kenikmatan seksual. (Patanjali Yoga
Sótra II.38)
e. Aparigraha atau pantang akan kemewahan; seorang praktisi Yoga
(Yogi) harus hidup sederhana. (Patanjali Yoga Sótra II.38).
2. Niyama (Panca Niyama Bratha)
Panca Nyama Brata adalah lima jenis penengendalian diri tingkat rohani
dan sebagai penyokong dari pantangan dasar sebelumnya diuraikan dalam
Patanjali Yoga Sótra II.40-45.
a. Sauca, kebersihan lahir batin. Lambat laun seseorang yang menekuni
prinsip ini akan mulai mengesampingkan kontak fisik dengan badan
orang lain dan membunuh nafsu yang mengakibatkan kekotoran
dari kontak fisik tersebut (Patanjali Yoga Sótra II.40). Sauca juga
menganjurkan kebajikan Sattvasuddi atau pembersihan kecerdasan
untuk membedakan:
1. Saumanasya atau keriangan hati,
2. Ekagrata atau pemusatan pikiran,
3. Indriajaya atau pengawsan nafsu-nafsu,
4. Atmadarsana atau realisasi diri (Patanjali Yoga Sótra II.41).
b. Santosa atau kepuasan. Hal ini dapat membawa praktisi Yoga kedalam
kesenangan yang tidak terkatakan. Dikatakan dalam kepuasan terdapat
tingkat kesenangan transendental (Patanjali Yoga Sótra II.42).
c. Tapa atau mengekang. Melalui pantangan tubuh dan pikiran akan
menjadi kuat dan terbebas dari noda dalam aspek spiritual (Patanjali
Yoga Sótra II.43).
d. Svadhyaya atau mempelajari kitab-kitab suci, melakukan japa
(pengulangan pengucapan nama-nama suci Tuhan) dan penilaian
diri sehingga memudahkan tercapainya “istadevata-sampraYogah,
persatuan dengan apa yang dicita-citakannya (Patanjali Yoga Sótra
II.44).
e. Isvarapranidhana atau penyerahan dan pengabdian kepada Sang
Hyang Widhi yang akan mengantarkan seseorang kepada tingkatan
Samadhi (Patanjali Yoga Sótra II.45).
Dengan menempuh jalan kebaikan bukan berarti seseorang dengan
sendirinya dilindungi terhadap kesalahan yang bertentangan. Jangan menyakiti
orang lain belum tentu berarti perlakukan orang lain dengan baik. Kita harus
melakukan keduanya, tidak menyakiti orang lain dan sekaligus melakukan
keramah-tamahan.
3. Asana
Asana adalah sikap duduk pada waktu melaksanakan Yoga. Buku Yogasutra
tidak mengharuskan sikap duduk tertentu, tetapi menyerahkan sepenuhnya
kepada siswa sikap duduk yang paling disenangi dan relaks, asalkan dapat
menguatkan konsentrasi dan pikiran dan tidak terganggu karena badan merasakan
sakit akibat sikap duduk yang dipaksakan. Selain itu sikap duduk yang dipilih
agar dapat berlangsung lama, serta mampu mengendalikan sistem saraf sehingga
terhindar dari goncangan-goncangan pikiran. Sikap duduk yang rileks antara
lain: silasana (bersila) bagi laki-laki dan bajrasana (bersimpuh, menduduki
tumit) bagi wanita, dengan punggung yang lurus dan tangan berada diatas kedua
paha, telapak tangan menghadap ke atas.
4. Pranayama
Pranayama adalah pengaturan nafas keluar
masuk paru-paru melalui lubang hidung dengan
tujuan menyebarkan prana (energi) keseluruh
tubuh. Pada saat manusia menarik nafas
mengeluarkan suara So, dan saat mengeluarkan
nafas berbunyi Ham. Dalam bahasa Sansekerta So
berarti energi kosmik, dan Ham berarti diri sendiri
(saya). Ini berarti setiap detik manusia mengingat
diri dan energi kosmik.
Pranayama terdiri dari: Puraka yaitu
memasukkan nafas, Kumbhaka yaitu menahan
nafas, dan Recaka yaitu mengeluarkan nafas.
Puraka, kumbhaka dan recaka dilaksanakan
pelan-pelan bertahap masing-masing dalam tujuh detik. Hitungan tujuh detik ini
dimaksudkan untuk menguatkan kedudukan ketujuh cakra yang ada dalam tubuh
manusia yaitu: muladhara yang terletak di pangkal tulang punggung di antara
dubur dan kemaluan, svadishthana yang terletak di atas kemaluan, manipura
yang terletak di pusar, anahata yang terletak di jantung, vishuddha yang terletak
di leher, ajna yang terletak di tengah-tengah kedua mata, dan sahasrara yang
terletak di ubun-ubun.
5. Pratyahara
Pratyahara adalah penguasaan panca indria oleh pikiran sehingga apapun
yang diterima panca indria melalui syaraf ke otak tidak mempengaruhi pikiran.
Panca indria adalah: pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah dan
rasa kulit. Pada umumnya indria menimbulkan nafsu kenikmatan setelah
mempengaruhi pikiran. Yoga bertujuan memutuskan mata rantai olah pikiran dari
rangsangan syaraf ke keinginan (nafsu), sehingga Citta menjadi murni dan bebas
dari goncangan-goncangan. Jadi, Yoga tidak bertujuan mematikan kemampuan
indria. Untuk jelasnya mari kita kutip pernyatan dari Maharsi Patanjali sebagai
berikut:
“Swa Viyasa AsampraYoga,
Cittayasa Svarupa Anukara,
Iva Indrayanam Pratyaharah,
tatah Parana Vasyata Indriyanam”.
Terjemahannya:
Pratyahara terdiri dari pelepasan alat-alat indria dan nafsunya masingmasing, serta menyesuaikan alat-alat indria dengan bentuk Citta (budi)
yang murni. Makna yang lebih luas sebagai berikut: Pratyahara hendaknya
dimohonkan kepada Sang Hyang Widhi dengan konsentrasi yang penuh agar
mata rantai olah pikiran ke nafsu terputus.
a. Dharana
Dharana artinya mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek
konsentrasi. Objek itu dapat berada dalam tubuh kita sendiri, misalnya “selaning
lelata” (sela-sela alis) yang dalam keyakinan Sivaism disebut sebagai “Trinetra”
atau mata ketiga Siwa. Dapat pula pada “tungtunging panon” atau ujung (puncak)
hidung sebagai objek pandang terdekat dari mata. Para Sulinggih (Pendeta) di
Bali banyak yang menggunakan ubun-ubun (sahasrara) sebagai objek karena
di saat “ngili atma” di ubun-ubun dibayangkan adanya padma berdaun seribu
dengan mahkotanya berupa atman yang bersinar “spatika” yaitu berkilau
bagaikan mutiara. Objek lain di luar tubuh manusia misalnya bintang, bulan,
matahari, dan gunung. Penggunaan bintang sebagai objek akan membantu para
yogi menguatkan pendirian dan keyakinan pada ajaran Dharma, jika bulan yang
digunakan membawa ke arah kedamaian batin, matahari untuk kekuatan fisik,
dan gunung untuk kesejahteraan. Objek di luar badan yang lain misalnya patung
dan gambar dari dewa-dewi, guru spiritual. yang bermanfaat bagi terserapnya
vibrasi kesucian dari objek yang ditokohkan itu. Kemampuan pengikut Yoga
melaksanakan Dharana dengan baik dapat memudahkan yang bersangkutan
mencapai Dhyana dan Samadhi.
b. Dhyana
Dhyana adalah suatu keadaan di mana arus pikiran tertuju tanpa putusputus pada objek yang disebutkan dalam Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh
objek atau gangguan atau godaan lain baik yang nyata maupun yang tidak nyata.
Gangguan atau godaan yang nyata dirasakan oleh Panca Indria baik melalui
pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Gangguan
atau godaan yang tidak nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang
dari sasaran objek Dharana. Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus
menerus kepada Sang Hyang Widhi melalui objek Dharana, lebih jelasnya
Yogasutra Maharsi Patanjali menyatakan: “Tantra Pradyaya Ekatana Dhyanam”
terjemahannya; Arus buddhi (pikiran) yang tiada putus-putusnya menuju tujuan
(Sang Hyang Widhi). Kaitan antara Pranayama, Pratyahara dan Dhyana sangat
kuat, dinyatakan oleh Maharsi Yajanawalkya sebagai berikut: ”Pranayamair
Dahed Dosan, Dharanbhisca Kilbisan, Pratyaharasca Sansargan, Dhyanena
Asnan Gunan”: Artinya: Dengan Pranayama terbuanglah kotoran badan dan
kotoran buddhi, dengan Pratyahara terbuanglah kotoran ikatan (pada objek
keduniawian), dan dengan Dhyana dihilangkanlah segala apa (hambatan) yang
berada di antara manusia dan Sang Hyang Widhi.
c. Samadhi
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga Yoga, yang dibagi dalam
dua keadaan yaitu:
a. Samprajnatta Samadhi atau Sabija Samadhi, adalah keadaan di mana
yogi masih mempunyai kesadaran.
b. Asamprajnata-Samadhi atau Nirbija-Samadhi, adalah keadaan di mana
yogi sudah tidak sadar dengan diri dan lingkungannya, karena batinnya
penuh diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih
Sang Hyang Widhi.
Baik dalam keadaan Sabija-Samadhi maupun Nirbija-Samadhi, seorang
yogi merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak merasa memiliki
apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak tercela, bebas dari
“Catur Kalpana” (yaitu: tahu, diketahui, mengetahui, Pengetahuan), tidak lalai,
tidak ada ke-”aku”-an, tenang, tentram dan damai. Samadhi adalah pintu gerbang
menuju Moksha, karena unsur-unsur Moksha sudah dirasakan oleh seorang yogi.
Samadhi yang dapat dipertahankan terus-menerus keberadaannya, akan sangat
memudahkan pencapaian Moksha.
”Yada Pancavatisthante,
Jnanani Manasa Saha,
Buddhis Ca Na Vicestati,
tam Ahuh Paramam Gatim”
Terjemahannya:
Bilamana Panca Indria dan pikiran berhenti dari kegiatannya dan buddhi
sendiri kokoh dalam kesucian, inilah keadaan manusia yang tertinggi (Katha
Upanisad II.3.1).
Demikian Yoga Asanas sudah dan semestinya dilaksanakan oleh umat
sedharma dengan demikian Moksha dan jagadhita yang dicita-citakan dapat
terwujud sebagaimana mestinya. Selanjutnya ada baiknya kita memahami Sang
Hyang Widhi (Tuhan) dalam Ajaran Yogãsana untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup dalam kehidupan ini. Bagaimana semuanya itu?
Sebelumnya selesaikanlah uji kompetensi berikut dengan baik!
Uji Kompetensi:
1. Dalam ajaran Yoga tahapan-tahapan apa sajakah yang harus ditempuh?
2. Bagaimana hubungan etika Yoga dengan Yama dan Nyama bratha?
Jelaskanlah!
3. Apa sajakah yang menentukan keadaan pikiran dalam berYoga?
Sebutkan!
4. Bagaimana sebaiknya beretika dalam pelaksanaan Yoga? Buatlah
narasinya! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua Anda di rumah.
5. Coba praktikkan sikap tubuh (Asana) yang baik dalam Yoga!
6. Bagaimana cara untuk mengendalikan diri baik itu dari unsur jasmani
maupun rohani?
7. Bila seseorang melaksanakan Yoga tanpa mengikuti tahapantahapannya, apakah yang akan terjadi? Buatlah narasinya 1-3 halaman
diketik dengan huruf Times New Roman-12, spasi 1,5 cm, ukuran
kertas kwarto; 4-3-3-4! Sebelumnya diskusikanlah dengan orang tua
Kamu di rumah!